Senin, 09 Mei 2011

Pelanggaran HAM di Indonesia

Amanat konstitusi rakyat indonesia tujuan pendirian negara Indonesia untuk melindungi segenap rakyatnya, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. inilah cita-cita luhur pendirian negara Indonesia leh para pendiri bangsa (founding father). Fakta menunjukan, realisasi pemenuhan negara atas HAM, baik di ranah Hak Sipil dan Politik (Hak SIPOL), maupun Hak Ekonomi Sosial Budaya (Hak EKOSOB) masih jauh dari harapan rakyat.

kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, yang seharunya menjadi tanggung jawab negara, hingga saat ini masih terbengkalai penyelesaiannya. Beberapa kasus yang telah diselidiki dan dinyatakan sebagai kasus pelanggaran HAM berat oleh Komnas HAM, kenyataannya saat ini hanya menjadi tumpukan berkas perkara di Kejaksaan Agung.

Rekomendasi DPR RI tentang kasus penghilangan paksa aktivis pro demokrasi pada 1997/1998, yang dikeluarkan pada tanggal 28 September 2009, tidak ditindaklanjuti pemerintahan SBY. Inti dari rekomendasi itu, merekomendasikan Presiden membentuk pengadilan HAM, membentuk Tim Pencarian untuk Korban yang masih hilang, memberikan kompensasi kepada korban penghilangan paksa, dan meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa.
Terbengkalainya kasus pelanggaran HAM masa lalu, tentunya menyebabkan tidak adanya efek jera terhadap pelaku pelanggaran HAM, dan kasus-kasus tersebut akan terus berulang di kemudian hari. Kenyataannya memang benar! Kasus-kasus pelanggaran HAM selalu saja terjadi hingga hari ini. Penembakan, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, pelarangan buku, pembubaran pertemuan/rapat masyarakat sipil, perampasan tanah dan upah, teror, kriminalisasi pada rakyat, atau kejahatan negara dan modal dibidang hak EKOSOB yang lainnya masih saja terus terjadi.

Pemerintah terus membiarkan praktek pelanggaran HAM tersebut terus terjadi, tanpa ada upaya untuk diselesaikan secara tuntas.
Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi dalam interaksi antara aparat pemerintah dengan masyarakat dan antar warga masyarakat. Namun, yang sering terjadi adalah antara aparat pemerintah dengan masyarakat.
Apabila dilihat dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia, ada beberapa peristiwa besar pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dan mendapat perhatian yang tinggi dari pemerintah dan masyarakat Indonesia, seperti :

A.  Kasus Tanjung Priok (1984)

Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang berawal dari masalah SARA dan unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga terjadi pelanggaran HAM dimana terdapat rarusan korban meninggal dunia akibat kekerasan dan penembakan.

B.  Kasus terbunuhnya Marsinah, seorang pekerja wanita PT Catur Putera Surya Porong, Jatim (1994)
Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak pekerja di PT Catur Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan diduga menjadi korban pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan.

C. Kasus terbunuhnya wartawan Udin dari harian umum bernas (1996)


Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari harian Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah tewas.

D.  Peristiwa Aceh (1990)

Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990 telah banyak memakan korban, baik dari pihak aparat maupun penduduk sipil yang tidak berdosa. Peristiwa Aceh diduga dipicu oleh unsur politik dimana terdapat pihak-pihak tertentu yang menginginkan Aceh merdeka.

E. Peristiwa penculikan para aktivis politik (1998)


Telah terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa (penculikan) terhadap para aktivis yang menurut catatan Kontras ada 23 orang (1 orang meninggal, 9 orang dilepaskan, dan 13 orang lainnya masih hilang).

F.  Peristiwa Trisakti dan Semanggi (1998)


Tragedi Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 (4 mahasiswa meninggal dan puluhan lainnya luka-luka). Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998 (17 orang warga sipil meninggal) dan tragedi Semanggi II pada 24 September 1999 (1 orang mahasiswa meninggal dan 217 orang luka-luka).

G.  Peristiwa kekerasan di Timor Timur pasca jejak pendapat (1999)


Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia menjelang dan pasca jejak pendapat 1999 di timor timur secara resmi ditutup setelah penyerahan laporan komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia - Timor Leste kepada dua kepala negara terkait.

H. Kasus Ambon (1999)


Peristiwa yang terjadi di Ambon ni berawal dari masalah sepele yang merambat kemasala SARA, sehingga dinamakan perang saudara dimana telah terjadi penganiayaan dan pembunuhan yang memakan banyak korban.

I.  Kasus Poso (1998 – 2000)

Telah terjadi bentrokan di Poso yang memakan banyak korban yang diakhiri dengan bentuknya Forum Komunikasi Umat Beragama (FKAUB) di kabupaten Dati II Poso.
J.Kasus Dayak dan Madura (2000)
Terjadi bentrokan antara suku dayak dan madura (pertikaian etnis) yang juga memakan banyak korban dari kedua belah pihak.

K. pembunuhan aktifis HAM 

aktifis HAM munis said Thalib telah 6 tahun dibunuh, namun otak di balik kejahatan tersebut masih belum berhasil di hadapkan ke pengadilan.

L. Kasus TKI di Malaysia (2002)

Terjadi peristiwa penganiayaan terhadap Tenaga Kerja Wanita Indonesia dari persoalan penganiayaan oleh majikan sampai gaji yang tidak dibayar.

M. Kasus bom Bali (2002) DAN beberapa tempat lainnya

Telah terjadi peristiwa pemboman di Bali, yaitu tahun 2002 dan tahun 2005 yang dilakukan oleh teroris dengan menelan banyak korban rakyat sipil baik dari warga negara asing maupun dari warga negara Indonesia sendiri.

N. Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, mengatakan, jutaan anak Indonesia mengalami pelanggaran Hak Asasi Manusia setiap tahun. Jenis bentuk pelanggaran HAM pun beragam.

Pelanggaran HAM anak yang terjadi itu mulai dari pembuangan bayi, penelantaran anak, gizi buruk hingga penularan HIV/Aids. Berdasarkan catatan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), kasus pembuangan bayi yang umumnya dilakukan kalangan orang tua mengalami tren peningkatan.

Pada tahun 2008, Komnas PA menerima pengaduan kasus pembuangan bayi sebanyak 886 bayi. Sedangkan tahun 2009 jumlahnya meningkat menjadi 904 bayi. Tempat pembuangan bayi juga beragam, mulai dari halaman rumah warga, sungai, rumah ibadah, terminal, stasiun kereta api, hingga selokan dan tempat sampah.

Kemudian, dari data yang didapatkan dari Direktorat Pelayanan Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, Komnas PA menemukan sekitar 5,4 juta anak yang mengalami kasus penelantaran pada tahun 2009. Sedangkan anak yang hampir ditelantarkan mencapai 17,7 juta orang.

dari beberapa kasus pelanggaran HAM tersebut diatas, sebahagiab besarnya adalah pelanggaran HAM di masa orde baru.

menyimak orde baru berarti kita mempertimbangkan dominasi militer dalam politik. ketika militer mendominasi kehidupan politik, pelanggaran hal sipil dan politik pasti tidak terhindarkan bahkan pelanggaran ini acap disertai kekerasan politik seperti apa yang nampak di kampus universitas trisakti maupun di univesitas atmajaya (kasus semanggi)

dominasi militer dalam politik bukan membuat warga negara menjadi lebih merasa aman, tetapi sebaliknya ketidak amanan dan ketidak nyamanan. warga negara dengan gampang di tangkap, di tahan dan di adili. bahkan ada yang di culik, di aniaya dan di bunuh.

orde baru yang di kendalikan kaum jenderal militer terlalu terbiasa dan enak dengan fungsi non militer yang justru bukan keterampilan mereka baik secara konseptual maupun untuk memajukan politik dan perekonomian indonesia. kekuasaan militer yang dominan inilah yang menjadikan signifikasi persoalan pelanggaran HAM, yang berkaitan erat dengan tindakan kekerasan militer.

gerakan mahasiswa 98 mendesak perwujudan demokrasi dengan tidak hanya menolak hasil SI MPR dan presiden Habibie, juga dominasi militer. tengok saja bagaimana mereka menuntut dengan sangat keras dan berulang-ulang penghapusan Dwifungsi ABRI. sementara warga masyarakat aceh, irian jaya dan timor-timur mempersoalkan daerah operasi militer (DOM)

kepentingan pimpinan militer sudah jelas tetap mempertahankan dominasi mereka dalam politik. padahal demokrasi merupakan perwujudan kehidupan masyarakat sipil dalam politik, bukan militer. tampak jelas pimpinan ABRI tidak bergeming atas desakan mahasiswa tersebut dan tidak hendak menghapuskan dominasi mereka dalam politik. keanggotaan dalam DPR dan MPR hanya di kurangi. Tetapi dalam posisi menteri, gubernur, wali kota dan bupati maupun jabatan-jabatan sipil lainnya tampak tidak berkurang.

dengan mempertahankan dominasi dalam politik, pelanggaran HAM yang di sertai kekerasan politik pasti terus terjadi. karena juga, bebagai peristiwa pelanggaran HAM seperti penculikan, tragedi trisakti, kerusuhan mei hingga tragedi semanggi juga DOM di aceh, irja dan timtim tidak mudah dimintai pertanggung jawaban pimpinan ABRI. respon yang di terima biasanya seperti rumus baku, oknum, kesalahan prosedur, dan janji pengusutan yang penyelesaiannya berupa janji baru bukan solusi kongkret.

nah bagaimana dengan masa orde terbaru yang disebut reformasi ini, benarkah negara telah menjalankan amanat dari konstitusi rakyat indonesia?


 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar